Kamis, 22 Desember 2011

Sekolah Bertaraf Internasional part 3

Unggulnya pendidikan bukan apakah KBM nya menggunakan bahasa serta kurikulum luar negeri seperti (pada sekolah bertaraf internasional) melainkan bentuk outcomenya yang bisa berdaya guna bagi masyarkatnya (bangsanya) bukan sekedar memenuhi keinginan pasaran.
Jadi apabila menginginkan dunia pendidikan kita menjadi pusat unggulan dan diakui oleh dunia internasional maka yang perlu dikembangkan adalah proses pembelajaran yang selama ini dijalani harus dirubah yang semula berorientasi nilai kognitif menuju ke proses kecakapan hidup. Banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan tanpa embel-embel bertaraf internasional ternyata mampu bersaing di tingkat luar negeri. Karena dunia internasional mengakui kecakapan seseorang bukan dari almamater mana melainkan apa yang mampu dia sumbangkan ke masyarakatnya.

Sekolah Bertaraf Internasional part 2

Dalam menjadikan Sekolah Bertaraf internasional, hendaknya jangan hanya ikut-ikutan, tetapi memang menyadari bahwa sekolah negeri memang harus menyesuaikan dengan perkembangan pendidikan, jadi jangan memberatkan siswa maupun orang tua murid, demikian juga kurikulum maupun garis-garis besar program pendidikan, hendaknya jangan mengacu pada skala internasional semata, namun harus tetap harus memperhatikan nilai-nilai nasionalis,  internasional haruslah sebagai pengembangan dari nasionalis kita, dengan program SBI maupun RSBI ini tidak boleh membebani siswa/wali murid.

Sekolah Bertaraf Internasional

Ada pertanyaan yang menggelitik tentang sekolah bertaraf internasional, seperti apakah SBI? apakah hanya dengan gaya proses pembelajaran Bahasa Inggris, Fasilitas dan Teknologi yang canggih? apakah adanya pengakuan merupakan salah satu syarat dalam menuju pendidikan bertaraf internasional?
Mengenai pertanyaan di atas, merupakan pertanyaan yang harus di jawab bukan dengan bualan balaka. sekolah dengan tingkat pendidikan bertaraf internasional tidak diukur hanya dengan apakah memakai bahasa pengantar dengan Bahasa Inggris tetapi banyak faktor X yang membuatnya menjadi berstandar internasional. Tidak hanya di akui oleh masyarakat sekitar saja, tetapi diakui oleh masyarakat internasional dari penjuru dunia. 
Mari kita bersama sama saling memonitor dan terus berkarya demi pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik.

Elegi Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru Matematika

Elegi yang benar-benar membuka mata hati dan pikiran kita bagaimana menjadi seorang guru. Memanglah sulit menjadi sosok pendidik yang benar2 baik tetapi bukan berarti tidak bisa.
Seorang guru yang baik yaitu pendidik yang dapat bekerja secara profesional. Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagai robot, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kerativitas

Philosophical Ground of Human Resources Development: Its implication to Educational Change

Penyelenggaraan lembaga–lembaga pendidikan di negara manapun di dunia dipandang sebagai suatu program yang bernilai strategis. Hal ini berdasarkan satu asumsi bahwa proses pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata–semata bertujuan untuk mencerdaskan bangsa. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosok–sosok individu sebagai sumber daya manusia yang akan berperan besar dalam proses pembangunan bangsa dan negara. Oleh karena itu peran pendidikan demikian sangat penting sebab pendidikan merupakan kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

The Role of Lesson Study to Improve Teaching Learning of Mathematics and Science The Role of Lesson Study to Improve Teaching Learning of Mathematics and Science (part 2)

Menurut Rusman (2010: 380) manfaat dari lesson study adalah:
1. guru dapat mendokumentasikan kemajuan kinerjanya
2. guru dapat memperoleh feed back dari teman sejawatnya
3. guru dapat mempublikasikan dan menyebarluaskan hasil akhir dari lesson study yang telah dilakukannya
lesson study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan sebagai berikut: perencanaan (plan), pelaksanaan (do), refleksi (check), dan tindak lanjut (act)

The Role of Lesson Study to Improve Teaching Learning of Mathematics and Science The Role of Lesson Study to Improve Teaching Learning of Mathematics and Science

Lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan bekelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning, serta membangun learning community. Harus diakui, lesson study termasuk model terbaru dalam pengembangan kegiatan pembelajaran. oleh karena itu, diperlukan  upaya sosialisasi secara serius dan berkelanjutan agar model tersebut bisa diterapkan  oleh para guru di sekolah. dalam implementasinya, ada tiga tahapan yang mesti dilakukan, yakni plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (merefleksikan).

Constructing Mathematics Activity at Group-Discussion of The 6th Grade Students Of Primary Schools

Tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran guru, perilaku peserta didik di kelas, peningkatan atau perbaikan praktek pembelajaran, dan atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas yang diajar oleh guru tersebut sehingga terjadi peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas. Sekaligus mengajak guru untuk menjadi seorang peneliti.

Ungkapan seorang mahasiswi tentang pengalamannya melakukan penelitian bersama guru matematika di sekolah (part 2)

Dalam PTK ada 3 (tiga) komponen yang menjadi sasaran utama PTK, yaitu siswa / pembelajaran, guru, dan sekolah. Tiga komponen itulah yang akan menerima manfaat dari PTK
a. Manfaat bagi siswa dan pembelajaran
Dengan adanya pelaksanaan PTK, kesalahan dan kesulitan dalam proses pembelajaran (baik strategi, teknik, konsep, dan lain-lain) akan dengan cepat dapat dianalisis dan didiagnosis, sehingga kesalahan dan kesulitan tersebut tidak akan berlarut-larut. Jika kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki, maka pembelajaran akan mudah dilaksanakan, menarik, dan hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.
b. Manfaat bagi guru.
1. Guru memiliki kemampuan memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya.
2. Dengan melakukan PTK, guru dapat berkembang dan meningkatkan kinerjanya secara profesional, karena guru mampu menilai, merefleksi diri, dan mampu memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.
3. Melalui PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri
4. Dengan PTK, guru akan merasa lebih percaya diri
c. Manfaat bagi sekolah Sekolah yang para gurunya memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan atau perbaikan kinerjanya secara profesional, maka sekolah tersebut akan berkembang pesat.

Ungkapan seorang mahasiswi tentang pengalamannya melakukan penelitian bersama guru matematika di sekolah

Sebagai seorang pendidik atau guru tentu sangat penting untuk memperhatikan setiap permasalahan dan peningkatan mutu pendidikan pada kelas suatu sekolah atau lingkungan pendidikan. Disinilah lahir suatu proses pelaksanaan rencana, observasi dan evaluasi terhadapa masalah apa saja yang menghambat mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan termasuk kelas sebagai tempat siswa atau anak didik menerima ilmu, dan lahirlah konsep Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK dijadikan acuan para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di berbagai bidang.

Do the Teachers need to Research their Own Teaching ? (part 2)

Sayangnya, banyak guru yang terjebak dalam melakukan tindakan penelitian. Seringkali guru lupa mencatat apa-apa yang sudah dikerjakannya. Padahal, catat mencatat itu penting dalam melaporkan perkembangan hasil penelitian yang akan diceritakan dalam pembuatan laporan penelitian.
Akibatnya, banyak guru yang hasil penelitiannya sulit dimengerti oleh mereka yang membaca hasil penelitiannya. Di sinilah pentingnya, guru meneliti agar mampu menulis karya tulis ilmiahnya sendiri dari hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Dengan begitu, ada tindakan nyata yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Bila guru mampu meneliti, maka akan banyak masalah yang terjadi di dalam proses pembelajaran dituliskan, dan akan menjadi khasanah ilmu pengetahuan baru di bidang pendidikan.

Do the Teachers need to Research their Own Teaching ?

Bagi para guru, meneliti bertujuan untuk meningkatkan kinerjanya sebagai seorang guru. Dengan meneliti, guru akan melakukan refleksi diri dari apa yang telah dilakukannya dalam pembelajaran di kelas. Dengan meneliti pula para guru akan menemukan solusi dari permasalahan di kelasnya.

Rabu, 21 Desember 2011

elegi guru menggapai perubahan part 3

Keseluruhan kapasitas dasar di atas akan menjadi modal dan melengkapi keterampilan guru sebagai agen perubahan dalam peran pengajaran di hadapan anak didiknya. Namun demikian, seorang guru tidak akan mampu menjalankan peran agen perubahan itu secara optimal tanpa kendali tanggung jawab moral. Perubahan dan pembaharuan yang dilakukan guru melalui anak didik dan masyarakat sekitarnya akan menjadi serpihan-serpihan gagasan tanpa arah dan tidak menyasar dalam secara tepat.Sebaliknya, dalam kendali tanggung jawab dan cita-cita moral yang benar, kapasitas dan kemampuan dasar perubahan tadi akan menjelma menjadi sebuah keterampilan dan nafas kehidupan bagi setiap guru dalam menjalankan peran sebagai agen perubahan. Itu artinya ungkapan guru sebagai agen perubahan bukanlah suatu kemustahilan, melainkan sebuah keniscayaan.

elegi guru menggapai perubahan part 2

Guru diharapkan mampu memainkan peran membawa perubahan-perubahan positif bagi anak didik dan sekolahnya. Peran itu setidaknya dijalankan dalam konteks kurikulum, di mana guru menjalankan kurikulum dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dalam interaksi bersama anak didik di kelas. Lebih luas dari itu, seorang guru juga diteladani oleh anak didiknya dalam kaitan dengan kebiasaan pribadi yang dilakukannya.
Itulah tanggungjawab moral guru. Tanggung jawab moral guru itu melekat erat dalam diri seorang guru di manapun ia berada atau bagaimanapun situasi dan kondisi yang terjadi dengan guru itu.
Dalam perannya sebagai seorang agen perubahan, seorang guru setidaknya perlu memiliki karakteristik dan watak dasar yang selaras dengan hal tersebut. Kemampuan itu digambarkan secara indah oleh Fullan (1993), dalam bukunya berjudul Change Forces: Probing the Depths of Education Reform, dengan empat kapasitas dasar yang harus melekat dalam diri seorang guru sebagai agen perubahan. Adapun kapasitas dasar watak itu adalah :
1. Pengembangan visi pribadi.
2. Kebiasaan inquiry. Ini adalah sebuah kebiasaan di mana seorang guru terus mengembangkan diri dengan bertanya, mempersoalkan, dan menguji beragam hal yang sifatnya mendasar.
3. Pentingnya penguasaan. “Penguasaan” dimaksudkan bahwa guru tidak boleh berhenti dalam tataran berpikir saja, melainkan harus beraksi dan berperilaku dalam gagasan dan keterampilan baru. Penguasaan berarti mendekati setiap pengalaman hidup secara kreatif, menjalani hidup dengan kreatif dan bukan reaktif. .
4. Kolaborasi. Belajar secara bersama atau kemampuan untuk bekerja sama amat dibutuhkan. Selain untuk mengatasi kelemahan belajar secara pribadi, yang biasanya terbentur dalam keterbatasan dalam diri, bekerja dalam kelompok juga menjadi ciri perkembangan modern belakangan ini. Kolaborasi yang efektif biasanya diimbangi dengan keterampilan pribadi dalam berinkuiri secara terus-menerus. Tanpa dimbangi dengan hal tersebut, kolaborasi hanya jatuh dalam bentuk fisik, tidak mendalam, dan formalitas belaka. Kolaborasi hanya jatuh pada indahnya bentuk, namun kehilangan esensi.Ruang kolaborasi di sekolah nampak nyata misalnya melalui kesediaan diri dalam pembelajaran kolaboratif meliputi beberapa guru lintas bidang studi. Melalui kesediaan berbagi dalam kegiatan seperti ini, sebuah tema pembelajaran, dapat didekati dengan perpektif dan wilayah kajian berbeda. Bagi anak didik, model ini dirasakan lebih menarik dan lebih riil, karena mengajak mereka masuk dalam realitas hidup sesungguhnya dengan kompleksitas dan beragam aspek di dalamnya. Dalam perspektif lebih luas guru dapat melakukannya bersama dan dengan stakeholders lain.

elegi guru menggapai perubahan

Sejak menjatuhkan “pilihan” sebagai guru, sejatinya seorang guru terikat kontrak menjadi seorang agen perubahan. Peran itu terjadi pada titik perjumpaan antara sang guru dengan anak didik di sekolah. Guru memiliki andil demikian besar dalam menentukan dan membuat perbedaan kepada anak didiknya. Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa baik atau buruk, hitam atau putihnya “gambaran” anak didik di masa depan sangat ditentukan oleh peran masa kini sang guru di sekolah. Sekolah merupakan satu-satunya institusi sosial yang secara khusus dan terorganisir mengembangkan anak didik memperoleh pemahaman dan keterampilan perihal kebenaran, keindahan, dan keadilan.
Itulah mengapa, sekolah dan guru di dalamnya diharapkan mengembangkan dan memperbaharui diri terus menerus agar mampu mengimbangi gerak cepat perubahan dalam diri anak didik dan kebutuhan masyarakat. Seorang guru yang memilih status quo, akan kehilangan peran momentumnya sebagai agen perubahan. Ia akan menjadi “korban” perubahan kurikulum yang tak kunjung henti di sekolah, sementara ia tak akan pernah memahami esensi pengajaran yang dijalankan.
Guru diharapkan mampu memainkan peran membawa perubahan-perubahan positif bagi anak didik dan sekolahnya. Peran itu setidaknya dijalankan dalam konteks kurikulum, di mana guru menjalankan kurikulum dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dalam interaksi bersama anak didik di kelas. Lebih luas dari itu, seorang guru juga diteladani oleh anak didiknya dalam kaitan dengan kebiasaan pribadi yang dilakukannya.
Itulah tanggungjawab moral guru. Tanggung jawab moral guru itu melekat erat dalam diri seorang guru di manapun ia berada atau bagaimanapun situasi dan kondisi yang terjadi dengan guru itu.

Selasa, 20 Desember 2011

MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI KEJUJURAN PADA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL


MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI KEJUJURAN
PADA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

Oleh :

Ana Agustyaningsih

11709251018/Kelas B

Jurusan Pendidikan Matematika
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta


Abstrak

SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) menjadi magnet yang menarik minat orang tua menyekolahkan anaknya. Sesuai namanya SBI/RSBI mengindikasikan adanya standar internasional. Yang menjadi persoalan adalah standar internasional dalam hal apa. Apakah penggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab dalam kegiatan belajar mengajar atau apakah mental, moral dan sikap siswa khususnya kejujuran yang menjadi indikator bahwa sekolah tersebut layak menyandang status sekolah berstandar internasional. Menurut JB. Mangunwijaya (Galus, 2011), lembaga pendidikan merupakan institusi sosial yang sangat menentukan kemajuan dan peradaban bangsa. Nilai kejujuran merupakan salah satu nilai humanitas yang penting dimiliki setiap siswa sebagai agen perubahan di dalam usahanya membangun negara yang maju. Kemajuan suatu negara tidak hanya dapat dilihat dari kemajuan teknologi namun juga dengan menempatkan nilai humanitas tersebut pada spektrum yang paling utama. Pemerintah harus memutar arah kebijakan dunia pendidikan. Kebijakan yang menomorsatukan kemampuan kognitif dan menomorduakan sisi afektif harus diakhiri. Sekarang saatnya untuk lebih memfokuskan pada pembentukan sifat jujur yang merupakan salah satu akhlak mulia.

Kata-kata kunci : kejujuran, sekolah bertaraf internasional

A. PENDAHULUAN
Mutu pendidikan nasional yang tidak kunjung meningkat dan bahkan semakin ketinggalan dengan negara lain membuat pemerintah dan DPR mengeluarkan jurus ‘ampuh’ yaitu mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
SBI atau RSBI menjadi magnet yang menarik minat orang tua menyekolahkan anaknya. Sayangnya, hanya orang yang berduit yang mampu sekolah di SBI/RSBI. Pasalnya, perlu dana yang besar untuk dapat bersekolah di SBI/RSBI. Beasiswa bagi siswa yang kurang atau tidak mampu masih terbatas jumlahnya.
Terlepas dari kegagalan orang miskin untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah berlabel internasional, muncul pertanyaan mendasar benarkah SBI/RSBI membantu meningkatkan mutu pendidikan nasional?
Sesuai namanya SBI/RSBI mengindikasikan adanya standar internasional. Yang menjadi persoalan adalah standar internasional dalam hal apa. Apakah penggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab dalam kegiatan belajar mengajar atau apakah mental, moral dan sikap siswa khususnya kejujuran yang menjadi indikator bahwa sekolah tersebut layak menyandang status sekolah berstandar internasional.
 Menurut JB. Mangunwijaya (Galus, 2011), lembaga pendidikan merupakan institusi sosial yang sangat menentukan kemajuan dan peradaban bangsa. Nilai kejujuran merupakan salah satu nilai humanitas yang penting dimiliki setiap siswa sebagai agen perubahan di dalam usahanya membangun negara yang maju. Kemajuan suatu negara tidak hanya dapat dilihat dari kemajuan teknologi namun juga dengan menempatkan nilai humanitas tersebut pada spektrum yang paling utama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan  minat siswa untuk cinta kepada kejujuran, bukan mentalitas jalan pintas. Sebagai contoh, menyontek adalah salah satu jalan pintas yang diambil seorang siswa untuk mendapatkan angka yang baik dalam suatu mata pelajaran. Hal ini tentunya mengabaikan nilai kejujuran dalam diri siswa tersebut dan siswa tersebut belajar bahwa untuk mencapai sesuatu akan dilakukan dengan cara apapun yakni cara yang tidak jujur. Inilah yang menjadi salah satu dasar mengapa kejujuran menjadi nilai penting dalam pembentukan pribadi siswa yang berkualitas.

B. PEMBAHASAN
a) Sekolah Bertaraf Internasional
SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah atau madrasah yang sudah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota Organization for Economic Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan  tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional (Balitbang Depdiknas, 5: 2007). Menurut PP No 17 tahun 2010 pasal 1 pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan Negara maju. Sedangkan dalam pasal 143 dijelaskan bahwa satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan Negara maju.
Menurut Direktorat PLP (2005), ada tiga komponen pokok yang harus dicermati dalam mengembangkan sekolah standar nasional menjadi sekolah internasional. Tiga komponen pokok itu adalah:
(1) aspek masukan meliputi visi, misi, tujuan, sumber daya, dan perangkat lunak;
(2) aspek proses yang meliputi pembelajaran, pengelolaan lingkungan sekolah, pengelolaan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana-prasarana, dan pengelolaan dan penggalangan dana; serta
(3) aspek keluaran yang meliputi akademik, non akademik, dan kepuasan stakeholder.
Komponen-komponen SBI dimulai dari SNP yang mencakup delapan aspek, yaitu Standar isi, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan, proses pendidikan, proses pengelolaan, penilaian dan kompetensi lulusan. Ke-8 aspek SNP tersebut diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan/atau negara maju lainnya yang memunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan serta diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, dan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.

b) Kejujuran
Menurut Mahmud Muhammad (2008: 1) jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Kejujuran merupakan kualitas manusiawi melalui mana manusia mengomunikasikan diri dan bertindak secara benar (truthfully). Karena itu, kejujuran sesungguhnya berkaitan erat dengan nilai kebenaran, termasuk di dalamnya kemampuan mendengarkan, sebagaimana kemampuan berbicara, serta setiap perilaku yang bisa muncul dari tindakan manusia (Galus, 2011). Secara sederhana, kejujuran bisa diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekpresikan fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin sebagaimana adanya. Sikap ini terwujud dalam perilaku, baik jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri (tidak menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi maupun kenyataan batin dalam diri seorang individu.
 Kualitas kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya, yaitu, perilaku yang termanifestasi keluar, maupun sikap batin yang ada di dalam. Keaslian kepribadian seseorang bisa dilihat dari kualitas kejujurannya.
 Konsep tentang kejujuran bisa membingungkan dan mudah dimanipulasi karena sifatnya yang lebih interior. Perilaku jujur mengukur kualitas moral seseorang di mana segala pola perilaku dan motivasi tergantung pada pengaturan diri (self-regulation) seorang individu.
 Kejujuran memiliki kaitan yang erat dengan kebenaran dan moralitas. Bersikap jujur merupakan salah satu tanda kualitas moral seseorang. Dengan menjadi seorang pribadi yang berkualitas, kita mampu membangun sebuah masyarakat ideal yang lebih otentik dan khas manusiawi. Sokrates, misalnya, mengatakan, jika seseorang sungguh-sungguh mengerti bahwa perilaku mereka itu keliru, mereka tidak akan memilihnya. Seseorang itu akan semakin jauh dari kebenaran dan karena itu dishonest jika ia tidak menyadari bahwa perilakunya itu sesungguhnya keliru. Kesadaran diri bahwa setiap manusia bisa salah dan mengakuinya merupakan langkah awal bertumbuhnya nilai kejujuran dalam diri seseorang.
Perilaku ketidakjujuran akademis ini telah banyak terjadi di dalam lingkup pendidikan, mulai dari lingkup sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dengan kadar pelanggaran yang berbeda. Pada masa kini, dalam lingkup akademik, perilaku ketidakjujuran akademis seperti ini dipandang sebagai perilaku negatif yang tidak terpuji.  "Honesty means there are no contradictions or discrepancies in thoughts, words, or actions. To be honest to ones real self and to the purpose of a task earns trust and inspires faith in others. Honesty is never to misuse that which is given in trust."
Menurut Paul Ekman (Aunurrahman, 2010: 104), penulis buku Why Children Lie, ada bermacam-macam alasan mengapa anak tidak berkata benar; sebagian dapat dimengerti, sebagian yang lain tidak. Anak kecil paling sering berbohong dengan maksud untuk menghindari hukuman, untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, atau untuk mendapatkan  pujian dari sesama teman. Anak remaja sering berbohong untuk melindungi privasinya, untuk menguji kewibawaan orang tua dan melepaskan diri dari rasa malu.
Kebanyakan pengamat masalah anak-anak menilai bahwa walaupun berbohong pada batas-batas tertentu dapat dimaklumi dari segi perkembangan anak, namun hal ini dapat menjadi masalah bila berbohong menjadi kebiasaaan  atau berbohong dalam hal yang penting bagi kepentingan mereka yang lebih substantive. Seperti yang ditulis oleh Ekman, “berbohong mengenai masalah serius bukan hanya suatu masalah yang akan mempersulit tugas orang tua. Berbohong mengikis kedekatan dan keakraban. Kebiasaan berbohong menumbuhkan benih ketidakpercayaan, karena perbuatan ini menghianati kepercayaan orang lain. Hampir tidak mungkin kita tinggal bersama orang lain yang sering berbohong. Di samping itu hasil penelitian terhadap anak-anak yang sering berbohong menunjukkan bahwa mereka juga sering terlibat dalam berbagai bentuk perilaku antisocial, termasuk menipu, mencuri, dan aksi kekerasan. Hal ini terjadi antara lain akibat kenyataan anak-anak yang suka berbohong biasanya cenderung berteman dengan anak-anak yang tidak jujur dan mereka mengembangkan kelompok sebaya yang sering kali memiliki kebiasaan yang sama.

c) Mengembangkan Nilai-Nilai Kejujuran Pada Sekolah Bertaraf Internasional
Program SBI adalah salah satu bentuk pelayanan bagi siswa-siswa berbakat yang dilatarbelakangi oleh tiga kepentingan, meliputi kepentingan pemerintah, kepentingan dengan permasalahan terkait, dan tuntutan masa depan (Semiawan, 1997: 251-252). Pertama, pemerintah mengeluarkan undang undang sebagai dasar hukum penyelenggaraan program khusus. Seperti UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat (3) yang menegaskan bahwa pemerintah berupaya mengembangkan sistem pendidikan di Indonesia setidaknya setara dengan sistem pendidikan di luar negeri. Tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bertaraf internasional, telah dirintis oleh pemerintah salah satunya melalui pendidikan.
Kedua, permasalahan terkait yang mendasari munculnya sekolah-sekolah dengan kelas bertaraf internasional selain dari pihak pemerintah sendiri adalah pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tuntutan masa depan merupakan latar belakang berdirinya pelayanan pendidikan bertaraf internasional yang utama. Arus globalisasi memiliki dampak langsung dengan sistem pendidikan, karena masyarakat bukan saja memasuki abad baru melainkan juga memasuki peradaban baru..
Dengan demikian diharapkan SBI harus mampu memberikan jaminan bahwa baik dalam penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi standarnya daripada SNP. Penjaminan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat nasional maupun internasional melalui berbagai strategi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sesuai namanya SBI mengindikasikan adanya standar internasional. Yang menjadi persoalan adalah standar internasional dalam hal apa. Apakah penggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab dalam kegiatan belajar mengajar atau apakah mental, moral dan sikap siswa khususnya kejujuran yang menjadi indikator bahwa sekolah tersebut layak menyandang status sekolah berstandar internasional.
Kejujuran berbicara mengenai suasana hati nurani, dimana hati nurani dapat membedakan mana yang benar, mana yang tidak benar dan mana yang tidak sesuai dan mana yang sesuai. Tapi yang mengherankan di negeri ini sejak UU No 20 Tahun 2003 dicanangkan, suara hati bukan menjadi ukuran untuk kita bertindak jujur, malah kebrutalan pendidikan tiap tahunnya meningkat. Nyontek yang merupakan salah satu bentuk ketidakjujuran siswa, bukanlah hal lumrah saat Ujian Nasional diadakan. Ini suatu tindakan yang telah dilakukan diluar batas kemanusiaan.
Kejujuran sendiri adalah roh dari majunya pendidikan di Indonesia, bukan berarti ketika banyak siswa yang tidak lulus UN pendidikan di Indonesia telah sangat tercoreng, atau bukan berarti seorang anak yang bersekolah yang bertaraf internasional pasti anak yang jujur atau bermoral baik. Tetapi kejujuran diterapkan dengan sejujur-jujurnya itulah wajah pendidikan yang sesungguhnya. Dimana dalam hal ini guru harus mengakui ketidakmampuannya dalam mengarahkan dan mendidik siswa, siswa juga harus mengakui ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran yang guru berikan.
Menurut Prof. Kurt Singer (Sindhunata, dalam Galus, 2011) membeberkan panjang lebar gejala anomali pada pendidikan kita. Menurut Singer sekolah bukan lagi tempat yang nyaman bagi anak-anak. Sekolah/kampus bukan lagi tempat untuk belajar melainkan tempat untuk mengadili dan merasa diadili. Kurt Singer menyebut pendidikan sekolah kita yang mengakibatkan kegelisahan dan ketakutan itu, sebagai  Schwarzer Paedagogic (pedagogi hitam),  (Sindhunata, dalam Galus, 2011).
Yang semestinya sekolah adalah tempat dimana anak-anak menemukan kejujuran, kesederhanaan dan sikap egaliter. Di sana anak-anak belajar tentang kejujuran, belajar tentang etika dan moral, belajar menjadi dirinya, belajar saling mengasihi, belajar saling membagi. Di sana anak-anak memperoleh perlindungan dari penipuan, kebohongan, kedustaan, di sana mereka belajar tentang demokrasi, kejujuran, kebebasan berbependapat, cinta kasih. Pokoknya sekolah adalah tempat memanusiakan manusia yang berkarakter mulia dan berbudi luhur.
Apa yang telah dikemukan di atas  sebenarnya sebagai dampak dari sistem dan model pendidikan  lebih bersifat belum tuntas, artinya masih kurang memberi perhatian kepada pengembangan individualitas yang jujur dan kerja keras. Hampir seluruh kegiatan di sekolah belum banyak usaha nyata untuk menumbuhkan  minat siswa untuk cinta kepada kerja dan kerja keras, cinta kepada kejujuran, cinta kesederhanaan. Mentalitas jalan pintas menjadi sebuah pilihan, rupanya sejalan dengan budaya bangsa kita.  Di kalangan siswa budaya ini cukup tumbuh subur, seperti budaya nyontek, budaya plagiat. Oleh karena itu sekolah apalagi jika sekolah tersebut berstandar internasional hendaknya melakukan reorientasi pendidikan menuju kepada pengembangan individualitas dan menempatkan niliai humanitas pada spektrum yang paling utama.
Kunci utama majunya pendidikan di Indonesia adalah menerapkan dan menanamkan nilai kejujuran. Saat nilai kejujuran ditanamkan sejak dini, alhasi bukan tidak mungkin peningkatan mutu pendidikan di negeri ini akan terdongkrak naik dengan secepatnya. Walaupun mendongkrak pendidikan di negeri ini bukan semuda kita membalik telapak tangan kita.
Kemudian untuk para guru, jangan alasan rasa kemanusiaan menjadi tolak ukur untuk kita membantu para siswa-siswi yang tidak mampu. Ketika kita membantu dengan berbagai kecurangan yang tidak siapapun ketahui, sama saja kita telah menjadi penjahat yang membunuh semangat, moral, kreatifitas dan kemampuan dari siswa tersebut.
Menurut Aunurrahman (2010: 105-106) beberapa hal penting yang dapat dilakukan guru atau orang tua dalam menumbuhkan  kejujuran anak, antara lain adalah:
1. Mengusahakan agar pentingnya kejujuran terus menjadi topik perbincangan dalam rumah tangga, kelas dan sekolah
Di dalam kelas, pada saat pembelajaran berlangsung, guru dapat memasukkan berbagai cerita yang bermuatan kejujuran. Hal ini dapat dilakukan ketika guru mengajarkan pada mata pelajaran apa saja. Yang perlu ditekankan kembali bahwa menanamkan kejujuran  kepada siswa tidak hanya menjadi muatan  mata pelajaran-mata pelajaran tertentu saja, atau oleh guru-guru tertentu saja akan tetapi harus dilakukan oleh semua warga sekolah.
2. Membangun kepercayaan
Membangun kepercayaan anak dapat dilakukan baik dengan menyampaikan cerita-cerita yang bertemakan saling kepercayaan, atau melalui berbagai bentuk permainan.
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru dapat melatih saling percaya di kalangan siswa melalui kegiatan-kegiatan yang secara langsung melibatkan peran mereka, misalnya memberikan kepercayaan kepada siswa untuk melalui pekerjaan-pekerjaan mereka, atau menilai pekerjaan rekan-rekan siswa yang lain.
3. Menghormati privasi anak
Menghormati privasi anak berarti memberikan ruang yang berarti bagi tumbuhnya rasa percaya pada anak dan penghargaan pada anak. Guru dan orang tua harus berupaya untuk menghargai hal-hal yang mungkin dapat mengurangi harga diri mereka di depan teman-teman sebaya, orang tua maupun guru.

C. KESIMPULAN
Pemerintah harus memutar arah kebijakan dunia pendidikan. Kebijakan yang menomorsatukan kemampuan kognitif dan menomorduakan sisi afektif harus diakhiri. Sekarang saatnya untuk lebih memfokuskan pada pembentukan sifat jujur yang merupakan salah satu akhlak mulia.
Jika kita berangkat dari konsep kemudahan dan pemerataan bagi akses pendidikan seharusnya meningkatkan daya saing bukan dari SDM  SBI yang terbatas, melainkan membangun SDM yang bertaraf internasional dari seluruh sekolah di Indonesia. Persaingan harus dilakukan dengan kemandirian, kejujuran, kreatif, dan perjuangan tiada henti. Sekolah adalah proses dan bukan produk semata. Jangan sampai SBI menjadi dekolonialisasi pendidikan. Sudah saatnya sistem pendidikan nasional didekonstruksikan agar tidak menyimpang dari UUD 45.
Kunci utama majunya pendidikan di Indonesia adalah menerapkan dan menanamkan nilai kejujuran. Saat nilai kejujuran ditanamkan sejak dini, alhasil bukan tidak mungkin peningkatan mutu pendidikan di negeri ini akan terdongkrak naik dengan secepatnya. Walaupun mendongkrak pendidikan di negeri ini bukan semudah kita membalik telapak tangan kita.

REFERENSI


Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Ben Senang Galus. 2011. Nilai Kejujuran dalam Pendidikanhttp://www.pendidikan-diy.go.id/ ?view=v_artikel&id=7. 16 Desember 2011
C. Serniawan. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat PLP 2005. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat PLP
Dewan Perwakilan Rakyat. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2007. Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Landasan dan Pentahapan Perintisan SBI. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional
Mahmud Muhammad al-Khazandar. 2008. Kejujuran. http://s1.islamhouse.com/data/id/ ih_articles/id_the_truth.pdf. 18 Desember 2011
n P

Jumat, 16 Desember 2011

elegi pemberontakan para beda

Antara ada dan yang mungkin ada di dunia ini tiadalah ada yang identik. Semuanya mempunyai perbedaan bahkan sekecil ataupun yang tak telihat sekalipun. Itulah bukti dari kebesaran Allah yang Maha Segalanya. Selalu ikhlas atas segala perbedaan dengan saling menerima segala kelebihan maupun kekurangan agar hati kita selalu terjaga dari hal-hal yang dapat mencemarinya adalah salah satu kuncinya.

elegi jebakan filsafat

Menurut hemat saya, apa yang ada di dunia ini adalah sebuah jebakan, bahkan diri kita sendiri lengkap dengan hati dan pikiran kita juga merupakan jebakan. Jebakan yang paling menjebak adalah yang berasal dari dalam diri. Hanya kita sendiri yang tahu bagaimana kita atau bahkan kita tidak tahu samasekali tentang kita pribadi. Jebakan terkadang tersembunyi tetapi terkadang malah sangat amat terlihat tetapi kita tidak menyadarinya. Agar tidak terjebak yaitu dengan legowo, ikhlas, selalu berusaha dan berikhtiar karena hanya Allah lah Maha Benar dan Maha Segalanya.

elegi menggapai pikiran jernih

Pikiran yang jernih dan akal budi yang bijak menimbulkan hati nurani yang murni.
Banyak keputusan dan tindakan fatal terjadi karena pikiran yang kacau dan kalut. Banyak kekeliruan terlanjur dilakukan karena kita sulit berpikir jernih, tidak bisa lagi menggunakan akal sehat yang logis dan rasional.
Pada saat demikian, kita sulit membuat keputusan yang bijak, sulit melakukan hal-hal positif dalam diri kita. Sulit untuk mengembangkan bakat dan kapasitas secara maksimal. Pikiran yang kacau dapat memadamkan semua ide, kreativitas dan potensi.
Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Psychology Science menemukan bahwa ketika diingatkan akan agama dan Tuhan, orang-orang beragama merasa stress mereka berkurang setelah berbuat kesalahan.
Oleh karena itu, semakin dekatlah kita kepada Allah yang Maha segalanya agar hati dan pikiran kita selalu terjaga.

Rabu, 14 Desember 2011

Elegi Konferensi Patung Filsafat

Menurut hemat saya, berfilsafat merupakan berpikir kritis dan logis. Logis disini adalah disesuaikan dengan ruang dan waktunya. Orang berpikir filsafat yaitu bagaimana dia bisa menghidupkan pikirannya untuk terus berjalan.
walaupun dalam perjalanannya mesti akan menemukan berbagai macam hambatan-hambatan, tetapi bukan berati kita kemudian berhenti tetapi bagaimana kita menyikapi hambatan tersebut.
oleh karena itu, hanya pada Allah lah kita berpedoman agar terhindar dari segala hal yang bersifat negatif terutama mitos yang ada di dunia ini.

The Role of Cognitive Development Theory for Mathematics Education (part 2)

Dalam pembelajaran implementasi teori perkembangan kognitif Piaget adalah sebagai berikut:

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.  Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya dan di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

The Role of Cognitive Development Theory for Mathematics Education

Pakar psikologi dari Swiss, Jean Piaget (Joko Winarto: 2010), mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
Menurut Piaget (Joko Winarto: 2010) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh  maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik.
Kedepannya, dengan semakin berkembangnya kemampuan kogitif siswa maka semakin tinggi kemampuan berpikirnya maka diharapkan pembelajaran menjadi lebih bermakna.


sumber:
Joko Winarto. 2010. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya dalam Pendidikan. http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan/

elegi menggapai mengada dan pengada

dengan membaca elegi ini, semakin menambah pemahaman bahwa ada mengada dan pengada.
esensi dari ada apabila ia benar-benar sebagai mengada dan sebagai pengada...
hal ini dapat dipandang dari berbagai sudut dan terhadap ruang maupun waktu, baik esensi maupun makna dibalik itu semua.
semoga kita semakin memahami makna di setiap sudut kehidupan yang telah dianugerahkan Allah

Elegi Konferensi Kebenaran part 2

sepakat dengan mbak nurina happy dan uki rahmawati bahwa semakin lama semakin mahal arti dari sebuah kebenaran. kebenaran menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk diungkap maupun diungkapkan...
suatu kebenaran bersifat relatif terhadap ruang dan waktu.
oleh karena itu kita sebagai makhluk Allah SWT yang selalu banyak kekurangan dan melakukan kesalahan harus selalu minta ampun kepada Nya..dan semoga kita diberikan bimbingan dan petunjuk dari Allah untuk memperoleh kebenaran.

elegi menggapai lengkap

menurut hemat saya, sempurna pasti bersifat lengkap, tetapi lengkap belum tentu sempurna...
manusia diciptakan Allah tidak sempurna sehingga manusia seharusnya saling melengkapi satu sama lain, walaupun tidak pernah akan menjadi sempurna.
oleh karena itu manusia diberikan kelebihan yaitu hati dan pikiran agar hal tersebut tidak menjadi sesuatu yang negatif bagi diri kita pribadi maupun orang lain.

elegi menggapai ada

Menurut hemat saya, "ada" merupakan sesuatu yang ada dan mungkin ada, dapat di dalam maupun di luar pikiran kita, dapat juga apakah dapat dirasakan maupun tidak dirasakan oleh hati kita.
Menyikapi "ada" dan "yang mungkin ada" harus disikapi dengan pikiran dan hati yang positif dan juga berserah diri dengan Allah SWT agar kita tidak terjebak oleh hal tersebut.

elegi menggapai kenyataan

Saat kita ngobrol dengan teman. Orang yang kita lihat, dia "nyata" suara yang kita dengar juga "nyata", kata-katanya juga secara "nyata" kita dengarkan. inilah kenyataan, tidak bisa disangkal bahwa dia berada di depan kita, berbicara kepada kita, dan kita mendengarkan dia berkata-kata. ini kenyataan.
Tetapi...
persepsi kita atau pengertian kita mengenai kata-katanya itu "benar", tetapi pandangan kita yang "benar" mengenai kata-kata itu belum tentu "benar" menurut orang lain alias "salah". ini kebenaran. Kebenaran tidak bisa kita lihat, dengar atau tangkap dengan panca indera, tetapi kita dapat "memikirkannya".
Jadi istilah "merasa benar" itu tidak ada, yang ada "berpikir bahwa dia/kamu/saya benar". Karena benar atau salah bukan untuk dirasakan, tetapi untuk dipikirkan.
Karena hanya manusia yang mengerti hal yang benar dan hal yang salah. Sedangkan makhluk hidup lainnya, mereka hanya melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, tanpa peduli apakah itu benar atau salah karena mereka hidup dalam kenyataan di mana hal yang benar dan salah itu tidak ada.
 
Menurut hemat saya, kebenaran dan kesalahan dalam kenyataannya tidak ada, kebenaran hanya ada dalam pikiran manusia. kebenaran bersifat relatif, sedangkan kenyataan adalah hal yang mutlak. manusia yang berpegang kuat pada kebenaran, mereka cenderung menolak kenyataan

elegi menggapai penampakan

semua hal yang ada dalam diri kita terkadang kita sendiri merasa susah mendefinisikannya. apa yang ada dalam diri kita, baik hati, pikiran dan sikap maupun perbuatan hanya sebagian saja yang dapat kita pahami dan kita ketahui. itulah kemandirian untuk diri kita pribadi.
apa yang dilihat oleh orang lain terhadap diri kita mungkin sama atau berbeda terhadap pandangan kita sendiri. dan itu adalah hak orang lain untuk berargumen maupun menilai dari diri kita sendiri.
menurut hemat saya, intinya adalah setiap manusia dapat dipandang dari berbagai sudut maupun bagaimana kita melihatnya. manusia bisa menjadi cermin untuk kebaikan maupun keburukan tergantung bagaimana kita memandangnya...

elegi menggapai hakekat part 2

sepakat dengan mbak Djuwita Amin, salah satu mempelajari ilmu tentang suatu hakekat adalah dengan membaca. semakin banyak membaca semakin terbuka, semakin dalam, dan semakin luas pemikiran kita.
semakin luas pikiran semakin kita memandang hakekat sesuatu hal menjadi lebih terang benderang dengan berbagai sudut maupun perspektifnya...
maka baca....baca....dan baca....